Anak-anak Umi yang sangat manis dan baik hati, Nak,, taruhan bola itu termasuk judi (maysir). Bukan umi yang bilang, tapi Allah yang melarang. Dalam Islam, judi termasuk perbuatan yang diharamkan. Surah Al-Ma’idah ayat 90 berbunyi “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung”.
Taruhan itu bukan soal menang atau kalah, tapi soal mengandalkan untung-untungan, tanpa usaha, tanpa kerja keras. Dan itu yang Islam larang, karena akan merusak pola pikir dan hati manusia. Allah menyebut judi itu perbuatan setan, dan kita diminta untuk menjauhinya supaya hidup kita berkah. Meskipun hanya untuk seru-seruan, hanya sejumlah kecil uang yang dipertaruhkan.
Anak-anak Umi yang sangat Umi sayangi,, rezeki yang kita cari di dunia ini bukan cuma soal angka. Penting sekali soal keberkahan dan ketenangan. Uang dari hasil taruhan itu tidak akan ada berkahnya. Rasulullah SAW bersabda “Barang siapa memperoleh harta dari jalan haram, lalu ia bersedekah dengannya, maka tidak akan diterima. Jika ia infakkan, tidak akan diberkahi. Dan jika ia simpan, itu menjadi bekal baginya ke neraka” (HR. Ahmad).
Umi tidak menghalangi kalian bersenang-senang. Suka bola? Nonton pertandingan? Silakan.. Tapi jangan tempelkan dosa di atas hobi yang sehat. Jangan biarkan yang halal tertutup oleh yang haram, hanya karena ingin coba-coba. Karena sekali kalian terbiasa menggampangkan yang haram, maka hati akan sulit menerima yang benar. Umi cuma ingin kalian bahagia, Nak. Di dunia ini maupun di kehidupan setelahnya.
Kalian tahu Nak, sejatinya bahagia takkan datang dari menang taruhan, tapi dari hidup yang tenang, rezeki yang halal, dan hati yang bersih. Kalau kalian suka bola, nikmati permainannya, hafalkan strateginya. Tapi jangan rusak kesenangan itu dengan taruhan. Jadi ingat ya, Nak. Bukan umi yang bilang, tapi Allah yang larang. Allah sayang sama kita.
Terlepas dari siapa yang memulai, siapa yang mengajak. Kalian bisa melihat bahwa usia seseorang tak bisa menentukan kedewasaan imannya. Banyak orang yang umurnya jauuh lebih tua, tapi ternyata belum betul-betul shalih/shalihah dia. Ada yang hafal lagu hits dengan baik, tapi tak hafal surat Al-Fatihah dengan benar. Ada yang bisa bicara panjang lebar soal dunia, tapi menjadi gugup ketika diminta membaca Al-Qur’an di depan anak-anaknya.
Nak… Belajar agama itu bukan soal waktu, melainkan soal kemauan. Banyak yang diberi waktu panjang, namun tak dipakai untuk menuntut ilmu. Ada pula yang usianya muda, tapi istiqamah terus belajar, dan Allah berikan ia kemuliaan. Islam itu sangat indah, Nak. Ia tidak membatasi belajar hanya di masa kecil. Rasulullah SAW bersabda “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim” (HR. Ibnu Majah). Tidak disebut anak-anak saja atau orang muda saja, tapi setiap Muslim, tanpa memandang usia. Bahkan, ulama besar Ibnu Rusyd justru memulai perjalanan ilmunya di usia dewasa. Beliau adalah seorang filsuf dan ilmuwan Andalusia yang ahli dalam berbagai disiplin ilmu, termasuk kedokteran, filsafat, dan hukum.
Allah tidak melihat siapa yang paling duluan memulai, tapi siapa yang istiqamah sampai akhir. Jadi, jangan malu Nak, kalau sekarang kita masih belajar. Malulah kalau kita malas dan berhenti belajar padahal kita tahu kita masih jauh dari cukup. Kalau nanti Kalian bertemu orang yang lebih tua tapi belum bisa mengaji, jangan merendahkannya. Jadikan itu sebagai peringatan, bahwa kita semua sedang diuji. Apakah kita sungguh-sungguh menuntut ilmu, atau hanya menjadikan agama sebagai lambang saja.
Nak, dunia ini bukan tempat tinggal. Di sini cuma tempat singgah. Kita semua sedang menuju pulang. Maka, bekalnya harus benar. Dunia ini cepat sekali berubah, dan waktu tak bisa diulang. Kalau bukan sekarang kita sungguh-sungguh belajar, mau kapan lagi? Umi sendiri juga masih banyak kurangnya. Tapi umi ingin kita bersama-sama belajar. Menjadikan rumah kita tempat Al-Qur’an dibaca, tempat ilmu dibicarakan, tempat iman dipupuk perlahan. Ingat Nak… Bukan siapa yang lebih dulu, tapi siapa yang benar-benar bersungguh-sungguh.
Nak, bukan Umi yang bilang taruhan haram, tapi Allah sendiri yang menyatakannya. Umi tak ingin kalian melangkah ke jalan yang salah, walau cuma satu langkah saja.
Taruhan, sekecil apapun, tetaplah bagian dari judi. Dan judi itu bukan sekadar permainan. Itu adalah perangkap setan. Allah SWT berfirman “Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan shalat. Maka tidakkah kamu mau berhenti?” (QS. Al-Ma’idah: 91).
Lihat, Nak… Taruhan bisa menghapus kepekaan hati, membuat kalian lalai dan terlena oleh dunia, dan perlahan menjauhkan kalian dari Allah. Mungkin kalian berpikir “Kan cuma untuk senang-senang, Mi”. Tapi dari “cuma” itulah, setan datang. Ia tidak butuh pintu besar untuk menyesatkan manusia, cukup dari celah kecil yang dibiarkan terbuka.
Nak, bukan Umi yang bilang taruhan itu dosa. Bukan Umi pula yang akan menuntut kalian nanti di akhirat, tapi amalan kalian sendiri. Umi tahu, hidup kalian adalah milik kalian. Tapi iman, keselamatan, dan akhirat kalian itu juga menjadi tanggung jawab Umi sebagai orang tua. Kalau Umi cerewet, itu bukan karena tak percaya. Tapi karena Umi tak sanggup membayangkan kalian jauh dari rahmat Allah hanya karena hal yang tampaknya sepele. Nak, Umi bukan yang paling tahu, tapi Umi yakin bahwa Allah tak pernah salah dalam memberi larangan. Dan kalau Allah melarang sesuatu, itu pasti untuk menjaga kita dari sesuatu yang jauh lebih buruk.